Jakarta, CNN Indonesia — Pemerintah menyemarakkan awal tahun 2019 dengan wacana kebijakan fiskal terbaru, berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan. Hal itu dianggap dapat mendongkrak daya saing Indonesia di hadapan ekonomi global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai sudah saatnya Indonesia menurunkan tarif pajak badan usaha karena negara-negara berkembang memiliki kecenderungan melakukan kebijakan serupa.
Terlebih, tarif PPh badan Indonesia yang sebesar 25 persen dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) saat ini masih lebih tinggi dibanding negara-negara sesama penghuni Asia Tenggara.
Di Malaysia, tarif PPh badan berada di level 24 persen. Sementara, Thailand dan Vietnam masing-masing berada di angka 22 persen dan 20 persen. Menurut Ani, panggilan akrabnya, hanya Filipina saja yang memiliki tarif pajak lebih tinggi dibanding Indonesia, yakni 30 persen.
“Semua ingin menurunkan tarif pajak, dan kami juga dengar masukan dari berbagai pihak. Lalu, kami mengkaji kemungkinan penurunan PPh badan, komparasinya dengan emerging countries (negara berkembang),” jelas Sri Mulyani.
Hanya saja, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengaku tak ingin penurunan tarif yang dilakukan Indonesia ke depan berbuah menjadi ‘perang’ fiskal dengan negara-negara berkembang.
Indonesia, lanjut dia, tetap memegang teguh kesepakatan 20 negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia (G-20), bahwa berlomba-lomba menurunkan tarif pajak (race to the bottom) hanya akan menimbulkan dampak negatif ke masing-masing negara.
Meski demikian, proses penurunan tarif PPh badan ini masih memerlukan proses panjang karena mewajibkan pemerintah mengubah aturan undang-undang (UU).
“PPh badan ini membutuhkan perubahan UU yang butuh proses panjang, bukan hanya sekadar Instruksi Presiden atau Peraturan Menteri Keuangan,” jelasnya.
Tak hanya menyesuaikan diri, penurunan tarif PPh badan juga dimaksudkan agar rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat. Sejauh ini, rasio pajak tercatat di angka 11 persen dan diharapkan bisa terdongkrak 12,2 persen tahun ini.
“Memang, dari dulu kami sudah ingin menurunkan tarif,” tegas Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan.
Saat ini, beleid mengenai tarif PPh badan tercantum pada pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Artinya, sudah sembilan tahun tarif PPh badan Indonesia tidak berubah.
Tarif pajak sebesar 25 persen ini diberlakukan sejak 2010 silam, menggantikan ketentuan awal UU Nomor 36 Tahun 2008, yakni 28 persen yang dimulai sejak 2009. Sebelumnya, tarif PPh badan juga sempat mencapai 30 persen dari PKP.
Tak hanya pemerintahan Joko Widodo, pihak oposisi politik pun berencana menurunkan tarif PPh. Dalam visi misi dan rencana kebijakannya, Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno juga berambisi memangkas tarif PPh agar rasio pajak Indonesia meningkat.
Penurunan tarif PPh badan hanya akan bisa membawa manfaat jika disiapkan dengan matang. Sebaliknya, persiapan yang buruk malah berpotensi mendatangkan risiko bagi masyarakat.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai penurunan tarif PPh tak selamanya berdampak baik terhadap rasio pajak dalam jangka pendek. Pernyataan tersebut dilontarkan setelah berkaca dari kasus di beberapa negara lain, seperti Rusia, Thailand, dan China.
Rusia pernah menurunkan tarif PPh badan dari 24 persen ke 20 persen pada 2009. Hanya saja, rasio pajak Negeri Beruang Merah itu turun dari 16 persen terhadap PDB menjadi 13 persen terhadap PDB. Begitu pula dengan Thailand, penurunan tarif PPh yang sempat drastis dari 30 persen menjadi 23 persen menyebabkan rasio pajak turun dari 17,6 persen ke 16,5 persen.
Berkaca dari pengalaman, Indonesia ternyata mengalami hal yang sama. Penurunan PPh badan dari 30 persen ke 25 persen pada 2010 lalu nyatanya menggerus rasio pajak dari 13 persen menjadi hanya 10,9 persen.
Namun, ada juga contoh sukses penurunan tarif PPh badan, seperti China. Penurunan tarif PPh badan di negara tirai bambu itu turun dari 33 persen ke 25 persen. Hal itu justru mendongkrak rasio pajak dari 9,9 persen menjadi 10,3 persen dari PDB.
Demikian pula halnya dengan Prancis. Tarif PPh badan yang turun dari 26 persen ke 24 persen bisa mengerek rasio pajak dari 21,25 persen ke 21,4 persen dalam setahun.
Menurut Yustinus, tarif PPh memang perlu disesuaikan sebagai sinyal bahwa Indonesia siap menghadapi kompetisi penanaman modal dengan negara lain.
Namun, ia mengingatkan pemerintah agar hati-hati membuat formulasi. Jangan sampai penurunan tarif PPh badan berbuah penurunan rasio pajak terhadap PDB dalam jangka pendek.
“Dalam jangka menengah dan panjang, penerimaan akan naik, tapi tetap hati-hati, karena dasar pengenaan PPh ini kan laba,” jelas Yustinus.
Sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190109115636-532-359526/benahi-sistem-dahulu-turunkan-tarif-pph-badan-kemudian