Kewajiban Pajak Pelaku Bisnis E-Commerce

Saya pedagang pakaian di sejumlah platform marketplace, yang tidak memiliki NPWP dan selama ini belum memahami kewajiban di bidang perpajakan. Baru-baru ini, Kementerian Keuangan seperti diberitakan Tempo.co, Sabtu (12/1) mewajibkan pelaku e-commerce melaporkan NPWP dan membayar pajak sesuai ketentuan. Pertanyaannya bagaimana mekanisme pembuatan NPWP, pembayaran dan pelaporan pajak e-commerce? Apakah ada sanksi bagi kami yang belum atau tidak memenuhi kewajiban tersebut? Terima kasih.

Adilla Shinta Sari (di***@gmail.com)

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan Anda. Kebijakan yang Anda pertanyakan terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce), yang efektif berlaku per 1 April 2019.

Salah satu poin yang disampaikan aturan ini adalah, penyedia platform marketplace wajib memiliki NPWP. Sementara itu, pedagang atau penyedia jasa yang bertransaksi via marketplace diwajibkan untuk memberitahukan NPWP-nya kepada penyedia platform. Dengan kata lain, sebenarnya PMK ini mewajibkan kepemilikan NPWP bagi seluruh pelaku usaha yang melakukan mengupayakan bisnis di marketplace.

Untuk itu, bagi pedagang atau penyedia jasa e-commerce yang belum memiliki NPWP seperti Anda, dianjurkan untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP melalui aplikasi registrasi Wajib Pajak yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyedia platform (jika ada). Aplikasi registrasi NPWP secara elektronik yang disediakan oleh DJP adalah e-registration, yang pedoman penggunaanya dijelaskan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018.

Namun, Kementerian Keuangan memberikan relaksasi bagi pedagang atau penyedia jasa e-commerce yang belum memiliki NPWP, yakni bisa dengan hanya melaporkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.

Berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak, dalam hal ini sejatinya tidak ada jenis pajak baru. Penekanannya adalah ketentuan perpajakan yang berlaku secara umum, yakni meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), serta bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

Untuk kewajiban PPh, tarifnya disesuaikan dengan besar penghasilan dan skala bisnis. Sebagai contoh, jika nilai peredaran bruto atau omzet Anda tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun maka tarif PPh yang berlaku adalah 0,5% dari nilai omzet, sesuai Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. PPh ini wajib disetorkan sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan.

Sementara untuk PPN dan/atau PPnBM wajib dipungut, disetorkan, dan dilaporkan hanya oleh pedagang atau penyedia jasa, serta penyedia platform marketplace yang statusnya Pengusaha Kena Pajak (PKP). Adapun tarif PPN-nya sebesar 10%, sedangkan untuk PPnBM disesuaikan dengan klasifikasi barang. Dalam hal ini PKP pedagang atau penyedia jasa, serta penyedia platform marketplace harus membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN. Kemudian, yang bersangkutan wajib melaporkan PPN yang dipungut dan disetorkannya dalam SPT Masa PPN, dengan melampirkan pula rekapitulasi transaksi perdagangannya.

Mengenai bea masuk dan PDRI, kewajiban ini hanya ditujukan bagi kegiatan importasi atau transaksi pembelian dari luar negeri yang dilakukan melalui penyedia platform marketplace. 

Sejatinya, melalui PMK Nomor 210/PMK.010/2018 Kementerian Keuangan hanya mempertegas perlakuan perpajakan yang setara bagi pedagang konvensional maupun pedagang online. Dengan demikian, penerapan sanksi administrasinya pun sama atas pelanggaran kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbisnis secara daring maupun yang bertransaksi secara konvensional.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Source : https://mucglobal.com/publication/newsletter/read/566/Kewajiban-Pajak-Pelaku-Bisnis-E-Commerce-

WhatsApp WhatsApp us